Faktor Faktor Penggugur Kewajiban Khitan

Diantara faktor penggugur kewajiban khitan ada beberapa jenis: 

Pertama, seseorang yang dilahirkan tanpa memiliki kulit kulup. Orang seperti ini tidak memerlukan khitan, karena ia tercipta tanpa kulit yang wajib untuk dipotong. Dan para ulam sepakat dalam hal ini. Akan tetapi sebagian ulama kontemporer tetap menganjurkan untuk menyayat pada bagian yang dikhitan, karena itulah bagian dari perintah yang dapat dilakukan. Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda: "Jika Aku memerintahkan kalian dengan satu urusan maka laksanakanlah semaksimal kemampuan kalian."

Perkara yang wajib dalam khitan ada dua hal yaitu menempelkan gunting dan memotongnya. Jika tidak memungkinkan untuk memotong, maka minimal yang dianjurkan adalah menempelkan silet seakan-akan memotong bagian yang dikhitan.

Adapun yang benar, perkara tersebut makruh dan tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah dan bukan bagian dari ubudiyah di mana syariat benar-benar bersih dari hal-hal semacam ini. Hal itu hanyalah kesia-siaan yang tidak ada manfaatnya. Menempelkan gunting atau silet lalu melingkarkannya bukan menjadi tujuan, akan tetapi hanya sarana untuk mencapai tujuan. Jika maksud suatu ibadah telah gugur, maka sarana yang ditempuh tidak memiliki arti. 

Adapun yang serupa dengan hal ini adalah sebagaimana pendapat sebagian orang yang menyatakan bahwa barangsiap yang tidak memiliki rambut, tetap dianjurkan untuk menggerakan gunting atau silet seakan-akan memotong rambut ketika melakukan tahalul dalam haji. 

Kasus lain adalah pendapat sebagian ulama kontemporer dari sahabat Imam Ahmad dan selain mereka, tentang orang yang tidak dapat membaca Al Qur'an secara keseluruhan maupun tidak bisa berdzikir, atau bahkan bisu, tetap dianjurkan untuk menggerak-gerakkan lisan walau hanya gerakan saja. Syaikh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa perbuatan itu justru lebih mendekatkan pada batalnya shalat karena termasuk perbuatan tak berguna yang mengganggu kekhusyukan serta menambah perbuatan yang tidak disyariatkan. 

Adapun maksud dari pembahasan ini bahwa orang yang lahir tanpa memiliki kulit kulup, maka orang Arab mengira seseorang yang lahir pada bulan purnama maka kulit kulupnya telah terkelupas dan terkumpul. Karena itu mereka mengatakan, "Orang ini telah dikhitan oleh bulan." Namun, hal ini tidak bisa jadi patokan karena bulan purnama selalu berulang dan amat banyak orang yang melahirkan pada waktu itu, sementara yang lahir tanpa kulit kulup amat jarang sekali.

Termasuk dalam pembahasan ini juga adalah orang yang terlahir dengan hilangnya sebagian kulit kulupnya dan sebagian kepala ujung kemaluannya terbuka, selama lubang tempat keluarnya air seni itu terlihat. Pada kasus ini, ia tetap wajib khitan agar ujung kemaluannya dapat terbuka dengan sempurna. Sementara keharusan untuk berkhitan gugur, jika ujung kemaluannya terbuka secara sempurna.

Kedua, lemahnya kondisi seseorang. Ia sangat khawatir jika sampai meninggal atau ia tetap dalam kondisi lemah. Pada yang demikian ini ada udzur untuk meninggalkan khitan. Karena tujuan dari khitan adalah melaksanakan yang wajib, sehingga apabila tidak mampu melakukannya maka kewajiban itu pun gugur sebagaimana pada perkara-perkara wajib yang lain.

Ketiga, orang yang sudah tua dan baru masuk Islam. Sehingga khitan dikhawatirkan menggangu keselamatan jiwanya. Pada kondisi ini jumhur ulama mengatakan bahwa kewajiba khitan telah gugur darinya. Imam Ahmad menyebutkan melalui jalur kebanyakan para sahabat-sahabat beliau. Kemudian beliau menukil perkataan Al-Hasan bahwa dimasa Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam, orang-orang Romawi, Habasyah dab Persia banyak yang masuk Islam dan beliau Shallallahu 'alaihi Wasallam tidak prnah memeriksa kondisi khitan seorangpun dari mereka. 

Shahnun bin Sa'id menyelisihi pendapat jumhur. Ia tidak menggugurkan kewajiban khitan atas orang tua yang khawatir keselamatan jiwanya. Dan pendapat ini adalah salah satu pendapat dalam madzhab Imam Ahmad seperti diceritakan oleh Ibnu Tamim dan selainnya. 

Secara dhahir para sahabat kami berpendapat gugurnya kewajiban khitan jika khawatir dengan keselamatan jiwa. Bahwa semua perbuatan yang membahayakan jiwa maka dilarang dan tidak boleh dilakukan. Permasalahan ini juga dijelaskan dalam Syarh Al-Hidayah. Disebutkan bahwa semua perbuatan yang dapat mengancam keselamatan jiwa maka dilarang untuk dilakukan. 

Banyak kasus yang serupa dengan pembahasan ini, diantaranya adalah mandi dengan air yang dingin saat cuaca yang sangat dingin dan kondisi sakit, puasanya orang sakit yang dikhawatirkan jiwanya terancam jika ia berpuasa, penegakan had terhadap orang yang sakit atau hamil dan sebagainya. Seluruh udzur diatas mencegah untuk melakukan suatu perbuatan sebagaimana gugurnya kewajibannya. Wallahu a'lam.

Keempat, kematian. Mayit tidak diwajibkan khitan menurut kesepakatan ulama. Namun, apakah tetap dianjurkan? 

Jumhur ahli ilmu berpendapat tidak dianjurkan. Dan ini merupakan pendapat empat imam madzhab. Sementara sebagian ulama kontemporer menganjurkan untuk mengkhitan mayit. Mereka mengqiyaskan khitan terhadap mayit seperti hukum mencukur kumis, bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiaknya. Akan tetapi, pendapat ini menyelisihi praktik yang dilakukan oleh umat dan termasuk qiyas yang rusak. Karena mencukur kumis, memotong kuku, dan mencukur bulu kemaluan termasuk kesempurnaan thaharah dan menghilangkan kotoran-kotoran.

Sedangkan khitan adalah memotong sebagian dari tubuh. Artinya, ia disyariatkan untuk kehidupan, sehingga syariat itu gugur dengan kematiannya, karena sudah tidak ada manfaatnya lagi. Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam mengkhabarkan bahwa pada hari kiamat kelak, manusia akan dibangkitkan dengan kondisi tidak berkhitan. Maka tidak ada manfaatnya lagi khitan bagi orang yang meninggal, karena pada hari kiamat kelak mereka akan dibangkitkan dengan kondisi tidak berkhitan. Dan yang demikian ini termasuk kesempurnaan penciptaan Allah dari kebangkitan setelah kematian. 

Sumber: Buku ISLAMIC PARENTING: Hadiah Cinta Untuk Si Buah Hati oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah

Sumber gambar: mediacenter.temanggungkab.go.id



Posting Komentar

0 Komentar